Langsung ke konten utama

Wacana Penundaan Qanun LKS (Lembaga Keuangan Syariah) Ciptakan Ketidakkonsistenan Pelaksanaan Syariah Islam Di Aceh




Nama : Sari Maulia

Prodi : Perbankan Syariah

Pojok.MPB.Wacana Penundaan Qanun LKS (Lembaga Keuangan Syariah) Ciptakan Ketidakkonsistenan Pelaksanaan Syariah Islam Di Aceh

Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberi status sebagai daerah istimewa dan juga diberi kewenangan otonomi khusus. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki keistimewaan dan otonomi khusus dalam tata kelola pemerintahan, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, adat istiadat dan syari’at Islam sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006. Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh berada dalam bingkai negara (state), dan pemerintah bertanggung jawab mewujudkan pelaksanaan syari’at Islam di seluruh wilayah Aceh. Syari’at Islam yang diwujudkan di Aceh dalam makna syari’at Islam kaffah yang mencakup akidah, syariah dan akhlaq. 

Aceh juga dijuluki sebagai serambi mekkah, dimana mayoritas penduduknya beragama Islam dan sangat kental akan peraturan- peraturan yang berlandaskan syariat. Dimana segala aturan harus disesuaikan dengan hukum syariat islam, dengan demikian ditetapkanlah Qanun No.11 tahun 2018 yang membantu Aceh untuk menetapkan semua lembaga keuangan menjadi berlandaskan hukum syariat Islam. Dimana Qanun Aceh No.11 Tahun 2018 tentang lembaga keuangan syariah adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kegiatan lembaga keuangan dalam rangka mewujudkan ekonomi masyarakat aceh yang sejahtera dan berlandaskan islam.

Tetapi akhir-akhir ini Aceh sedang digemparkan dengan isu penundaan Qanun LKS (Lembaga Keuangan Syariah). Wacana penundaan pemberlakuan Qanun LKS di Aceh, bisa disebut bentuk ketidakkonsistenan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Menurut saya wacana penundaan tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan  Syariat Islam secara keseluruhan dengan alasan apapun, jika ini terjadi akan berpotensi pada menurunnya kepercayaan publik pada Pemerintah Aceh. Karena Qanun LKS ini sudah ditetapkan dan disahkan pada tahun 2018 yang lalu, jadi dengan rentang waktu dua tahun tersebut cukup maksimal sebagai masa sosialisasi sekaligus menyiapkan infrastruktur konversi. Lembaga keuangan dari konvensional ke sistem Syari'ah, serta perangkat lainya dalam rangka implementasi qanun tersebut. Jadi tidak ada alasan untuk penundaan Qanun LKS ini.

Kenapa pemerintah Aceh membuat wacana penundaan Qanun LKS? Apa karena takut dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan perkiraan? karena seperti yang kita ketahui sekarang ini bahwa sebagian masyarakat menganggap bank syariah dengan bank konvensional ini sama saja, yang membedakan hanya saja dalam pelayanannya yang mana pada bank syariah biasanya mengucapkan salam. Menurut saya itu bukan lah sebuah alasan yang logis untuk menunda pelaksanaan Qanun LKS ini, seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menghadapi masyarakat yang menganggap bank syariah dan bank konvensional sama dengan cara memberikan pemahaman agar mereka paham bahwa antara bank konvensional dan syariah itu banyak perbedaannya tidak hanya pada pelayanannya saja, tetapi dalam hal mekanisme banknya dimana konvensional menggunakan sistem riba sedangkan syariah menggunakan sistem bagi hasil serta banyak perbedaan lainnya.

Disini saya juga merasa aneh dengan wacana penundaan Qanun LKS di Aceh yang terkesan tidak konsisten dalam membuat keputusan, kenapa baru sekarang adanya penundaan Qanun LKS ini? Kenapa tidak dari awal penetapannya? Nah dari sini kita dapat melihat bahwa pemerintahan aceh tidak konsisten dalam menetapkan suatu keputusan. Sehingga hal ini diperdebatkan dikalangan masyarakat dan mahasiswa termasuk saya, disini saya menganggap 

bahwasannya apabila Qanun LKS ini ditunda maka kita seluruh umat islam akan terus berkecimbungan dengan yang namanya Riba.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Q.S Ali-Imran ayat 130 yaitu:”Hai orang-orang yang beriman, jangan lah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Ayat ini menjelaskan tentang hukum riba yang dimanfaatkan dalam Islam. Setiap pemanfaatan riba ataupun penggunaan riba yang berlipat-lipat itu dilarang dalam Islam.

Mengenai dosa riba, Rasulullah SAW menjelaskan dalam sebuah hadist yaitu: Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “jauhilah oleh kalian tujuh hal yang mencelakakan”. Para sahabat bertanya, “Apa saja ya Rasulullah?”. Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperanagan dan menuduh zina.” (HR. Muttafaq alaihi). Disebutkan bahwa tidak ada dosa yang lebih sadis diperingatkan Allah SWT dalam Al-qur’an, kecuali dosa memakan harta riba. Bahkan Allah mengumumkan perang kepada pelakunya. Hal ini menunjukkan bahwa dosa riba sangat besar dan berat.

"Rasulullah SAW melaknat pemakan riba yang memberi, yang mencatat dan dua saksinya. Beliau bersabda: mereka semua sama." (HR. Muslim).

Dalam hadits lain disebutkan: Diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, “Ayahku membeli budak yang kerjanya membekam. Ayahku kemudian memusnahkan alat bekam itu. Aku bertanya kepada ayah mengapa beliau melakukannya. Beliau menjawab bahwa Rasulullah SAW melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing dan kasab budak perempuan. Beliau juga melaknat penato dan yang minta ditato, menerima dan memberi riba serta melaknat pembuat gambar."

Tingkatan haram dosa riba lainnya adalah setara dengan 36 perempuan pezina, sebagaimana disebutkan dalam hadits riba berikut ini: Dari Abdullah bin Hanzhalah ghasilul malaikah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan sadar, jauh lebih dahsyat dari pada 36 wanita pezina." (HR. Ahmad). Dari hadist ini dapat kita pahami bahwa 1 dirham kita memakan riba jauh lebih dasyat dosanya dibandingkan dengan 36 wanita pezina, bayangkan 1 dirham itu setara kurang lebih Rp.4.000 bagaimana jika sebuah bank konvensional mengelola dana milyaran bahkan triliunan? Tidak terbayangkan berapa besar dosanya.Jelas kita lihat bahwasannya dosa memakan riba sangat lah berat. Maka dari itu diharapkan Qanun LKS ini tidak ditunda, agar semua masyarakat muslim tidak terus menerus berkecimbungan dan terjerumus dengan yang namanya riba. Dan hendaknya pemerintah lebih bijak dalam menghadapi sebagian masyarakat yang menganggap bank konvensional dan bank syariah itu sama saja dengan cara memberikan pemahaman lebih jelas mengenai perbedaan antara konvensional dan syariah agar kita semua terhindar dari yang namanya riba. Dan semoga kedepannya dengan adanya penetapan Qanun ini dapat mendorong perkembangan perbankan syariah di Indonesia, sehingga bank syariah dapat berperan dalam mendorong perekonomian Indonesia.


 

Komentar